Teori Belajar Bruner dalam Matematika SD
Sabtu, 17 April 2021
Tulis Komentar
Bahasan mengenai teori belajar Bruner yang terdiri dari tahap enaktif, tahap ikonik, dan tahap simbolik |
Halo sahabat pendidik, masih bersama blog Gurnulis di sini. Pada kesempatan ini penulis hendak berbagi informasi mengenai teori belajar pada pembelajaran Matematika di SD. Apakah sahabat pendidik cukup familier dengan teori belajar Bruner? Ya, kita kali ini akan mengupas teorinya. Yuk. sama-sama kita simak.
Sebelum masuk ke pembahasan teori belajar Bruner, sebenarnya apa sih keuntungan kita mempelajarinya? Jawabannya adalah untuk memantapkan proses pembelajaran yang telah dan akan dilakukan. Umumnya penyampaian bahan ajar kepada peserta didik, termasuk pembelajaran Matematika didasarkan pada teori-teori belajar yang dianggap sesuai oleh guru, pengelola pendidikan, dan pengembang kurikulum
Sosok Bruner
Bruner yang terkenal dengan teori belajarnya memiliki nama lengkap Jerome S. Bruner.
Ia menjadi terkenal dalam dunia pendidikan dan pembelajaran setelah menulis hasil studinya tentang perkembangan belajar. Perkembangan belajar merupakan sebuah studi untuk mendefinisikan cara belajar peserta didik. Bruner sendiri berasal dari Universitas Havard. Menurut teori belajar Bruner, setelah individu mengalami dan mengenal peristiwa ataupun benda di dalam lingkungannya, ia akan menemukan cara untuk menyatakan kembali peristiwa atau benda tersebut dalam pikirannya. Ini disebut dengan model mental tentang peristiwa atau benda yang dialami atau dikenal sang individu.
Proses Belajar dalam Teori Bruner
Menurut Bruner, model mental yang telah terpapar di atas dapat dinyatakan dalam tiga proses belajar. Proses belajar peserta didik dalam teori belajar Bruner terdiri dari tahap enaktif atau tahap kegiatan (enactive), tahap ikonik atau tahap gambar bayangan (iconic), dan tahap simbolik (symbolic). Berikut penjelasan lengkapnya.
Tahap Enaktif atau Tahap Kegiatan (Enactive) dalam Teori Belajar Bruner
Tahap enaktif (enactive) merupakan tahap pertama anak dalam berhubungan dengan benda nyata atau peristiwa nyata di dunia sekitar. Pada tahap ini, anak masih berada dalam gerak refleks, mencoba-coba, dan belum harmonis. Anak memanipulasikan, menyusun, menjejerkan, mengutak-atik, dan melakukan bentuk-bentuk gerak lainnya serupa tahap sensori motor pada teori belajar Piaget.
Tahap Ikonik atau Tahap Gambar Bayangan (Iconic) dalam Teori Belajar Bruner
Pada tahap ikonik (iconic), anak telah mampu mengubah, menandai, dan menyimpan peristiwa atau benda dalam bentuk bayangan mental. Anak dapat membayangkan kembali. Anak dapat memberikan gambaran dalam pikirannya tentang benda atau peristiwa yang dialami atau dikenalnya pada tahap enaktif, meskipun benda atau peristiwa itu telah berlalu. Pada teori belajar Piaget ini disebut dengan tahap pra-operasi.
Tahap Simbolik (Symbolic) dalam Teori Belajar Bruner
Aplikasi Teori Belajar Bruner dalam Pembelajaran Matematika di SD
Sahabat pendidik, apa yang dapat kita terapkan dari teori Bruner dalam perancangan pembelajaran Matematika di SD? Ketiga tahapan yang telah penulis paparkan di atas dapat digunakan untuk mempermudah pemahaman dan keberhasilan peserta didik dalam pembelajaran Matematika di SD. Aplikasi teori belajar Bruner secara umum adalah sebagai berikut.
Tahap 1
Setiap kita hendak melakukan pembelajaran tentang konsep, fakta, atau prosedur dalam Matematika yang sifatnya abstrak, harus diawali dari persoalan sehari-hari yang sederhana (peristiwa di lingkungan sekitar). Atau dapat juga menggunakan benda-benda riil atau nyata atau beda fisik. Kita mengenalnya sebagai benda konkret.
Tahap 2
Setelah memanipulasikan benda konkret melalui persoalan sehari-hari dari lingkungan sekitar peserta didik, pembelajaran dilanjutkan dengan membentuk modelnya sebagai bayangan mental dari benda atau peristiwa keseharian tersebut. Model Matematika di sini adalah berupa gambaran dari bayangan. Kita mengenalnya dengan sebutan mode semi konkret atau model semi abstrak.
Tahap 3
Pada tahap ketiga, pembelajaran dilakukan dengan menggunakan simbol-simbol yang bersifat abstrak sebagai wujud dari bahasa Matematika. Kita mengenalnya dengan model abstrak.
Agar lebih memahami aplikasi teori belajar Bruner ini, penulis berikan contoh penggunaannya pada operasi hitung penjumlahan peserta didik kelas 1 Sekolah Dasar ya. Yuk sama-sama kita pelajari.
Tahap 1
Pembelajaran dimulai dari model konkret, yaitu menggunakan benda-benda nyata. Dalam hal ini dapat menggunakan buku. Kita sampaikan dengan kata-kata "Ifah memiliki 3 buku, diberi 2 lagi oleh ibunya, berapa buah buku yang dimiliki Ifah Sekarang?".
Tahap 2
Langkah berikutnya kita buatkan modelnya, yaitu model semi konkret yang tidak menggunakan benda-benda nyata seperti buku sebenarnya. Model cukup dengan gambar buku atau diagram. Digaram yang dimaksud dapat berupa tanda-tanda tertentu sebagai turus (tally) atau bundaran, dan sebagainya. Perhatikan ilustrasi berikut.
Tahap 3
Langkah ini dapat ditempuh dengan menggunakan simbol secara abstrak. Peserta didik dapat mengerti arti dari "tiga" maupun arti dari "dua" tanpa bantuan apa-apa. Tahap ini merupakan wujud dari pembelajaran Matematika sebagai bahasa simbol yang padat arti dan bersifat abstrak. Perhatikan ilustrasi berikut.
3 buku + 2 buku = ... buku.
3 + 2 = n.
Teorema pada Pembelajaran Matematika Menurut Teori Belajar Bruner
Bruner dan Kenney telah meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran Matematika. Berdasarkan hasil penelitan, dirumuskan 4 teorema atau dalil atau kaidah pada pembelajaran Matematika yaitu teorema penyusunan, teorema notasi, teorema pengontrasan, dan teorema pengaitan.
Teorema Penyusunan pada Teori Belajar Bruner
Menurut teorema penyusunan, cara terbaik untuk memulai pembelajaran konsep, dalil, ataupun aturan Matematika adalah dengan menyusun penyajiannya. Bruner percaya kalau peserta didik sebaiknya memulai pembelajaran dengan penyajian konkret kemudian dilanjutkan dengan menyusun ide mereka sendiri dengan difasilitasi oleh guru. Dengan cara ini, peserta didik lebih mudah mengingat ide yang sudah dipelajari dan lebih mampu menerapkannya pada suasana yang lain. Jika penyusunan dan perumusan dilakukan sepenuhnya oleh guru, sementara peserta didik hanya menerima saja, tentunya akan menurunkan motivasi belajar pesereta didik.
Penulis ilutrasikan begini: peserta didik ketika mempelajari penjumlahan bilangan positif dan bilangan bulat negatif akan lebih mudah baginya untuk memahami konsep tersebut apabila ia mencoba menggunakan garis bilangan sendiri. Misalnya untuk mendapatkan konsep 4 + (-3) = 1, peserta didik akan lebih mudah memahaminya apabila ia mencoba sendiri. Peserta didik diminta untuk bergeser ke kanan sebanyak 4 langkah dari titik 0 dan dilanjutkan dengan bergeser 3 langkah ke kiri. Langkahnya tentu akan berakhir di titik 1. Dengan mencobanya sendiri, peserta didik tentu betul-betul menguasai konsep tersebut.
Teorema Notasi pada Teori Belajar Bruner
Menurut teori notasi, dalam pembelajaran suatu konsep, penggunaan notasi-notasi matematika harus diberikan secara bertahap, dimulai dari yang sederhana secara kognitif hingga akhirnya sampai pada notasi yang kompleks. Sebagai contoh, peserta didik Sekolah Dasar belum siap menggunakan notasi y = f (x) untuk menyatakan konsep fungsi. Mereka lebih cocok untuk diajak menggunakan notasi seperti ■ = 2▲ + 5 dengan ■ dan ▲ adalah bilangan-bilangan asli.
Bagi para siswa yang berada pada permulaan kelas aljabar tentu akan mampu memahami penyajian konsep fungsi tersebut dengan menggunakan notasi y = 2x + 5. Pada siswa yang berada pada kelas aljabar lanjut dapat digunakan notasi y = f (x) atau {(x,y)/y = f(x) = 2x + 5, x, y ϵ R}
Urutan pembelajaran matematika dengan menggunakan teorema notasi ini merupakan gambaran dari pendekatan spiral.
Teorema Pengontrasan dan Keanekaragaman (Teorema Kontras dan Variasi) pada Teori Belajar Bruner
Teorema pengontrasan dan keanekaragaman mengatakan kalau penyajian suatu konsep dari yang konkret ke yang abstrak harus dilakukan dengan kegiatan pengontrasan dan penganekaragaman. Hampir semua konsep Matematika hanya memiliki sedikit arti bagi peserta didik sebelum mereka dipertentangkan atau dikontraskan dengan konsep-konsep lain. Misalnya busur, jari-jari, garis tengah, tali busur, tembereng, dan juring dari suatu lingkaran semuanya akan lebih bermakna jika mereka dipertentangkan satu sama lain. Kenyataan menunjukkan bahwa banyak konsep Matematika didefinisikan sesuai dengan sifat pertentangannya, contohnya: bilangan prima dengan bilangan komposit; bilangan ganjil dengan bilangan genap; bilangan positif dengan bilanga negatif; bilangan rasional dengan bilangan irasional.
Selain pengontrasan, pada pembelajaran Matematika perlu adanya penyajian yang beraneka ragam atau bervariasi. Contohnya konsep lingkaran diperkenalkan dengan menggunakan benda-benda berbentuk silinder, kerucut, cincin, roda, gelang, dan gambar-gambar lingkaran dengan berbagai ukuran jari-jari. Konsep segitiga sama sisi diperkenalkan dengan kawat, karet gelang pada papan berpaku, dan gambar segitiga sama sisi berbagai ukuran dan berbagai posisi.
Teorema Pengaitan (Teorema Konektivitas)
Menurut teorema pengaitan, konsep, dalil, dan keterampilan Matematika berkaitan dengan konsep, dalil, dan keterampilan Matematika lainnya. Lebih jauh lagi, antara cabang-cabang Matematika seperti aljabar, geometri, aritmatika kesemuanya saling berkaitan. Karena itulah, pembelajaran Matematika akan lebih berhasil apabila peserta didiknya diberi kesempatan untuk melihat kaitan-kaitan tersebut.
Demikianlah bahasan mengenai teori belajar Bruner dalam Matematika SD. Tentunya kita memahami mengapa Bruner menjadi terkenal karena teori belajarnya tersebut.
Salam literasi guru ndeso.
Belum ada Komentar untuk "Teori Belajar Bruner dalam Matematika SD"
Posting Komentar